Cara Menentukan Jumlah Produk yang Efisien untuk Bisnis

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, banyak perusahaan beranggapan bahwa semakin banyak produk yang ditawarkan, semakin besar peluang untuk menjangkau pasar yang luas. Namun, kenyataannya, terlalu banyak SKU (Stock Keeping Unit) justru dapat menimbulkan kompleksitas operasional dan finansial yang merugikan.
Sebuah studi kasus yang diterbitkan oleh Harvard Business Review menunjukkan bagaimana Clorox, sebuah perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang dikenal memproduksi produk pembersih rumah tangga dan kebutuhan konsumen lainnya, berhasil meningkatkan efisiensi operasional dan pertumbuhan bisnis dengan memangkas jumlah SKU yang terlalu banyak. Clorox sebelumnya mengalami tantangan karena katalog produk yang terus bertambah tanpa kendali, menyebabkan biaya distribusi melonjak dan kinerja lini produk menjadi tidak merata. Melalui strategi penyederhanaan, perusahaan ini justru mampu memperkuat posisi merek dan meningkatkan produktivitas rantai pasok mereka.
Hal ini memperkuat satu fakta penting: memperluas katalog produk tanpa strategi jelas dapat memperbesar risiko tumpang tindih produk, kelebihan stok, hingga menurunnya margin keuntungan. Setiap penambahan SKU berarti tambahan beban logistik, pengadaan, hingga pemantauan performa. Jika tidak dikendalikan, biaya-biaya ini bisa membengkak diam-diam.
Di sisi lain, terlalu sedikit SKU juga bukan solusi. Pelanggan modern menuntut variasi, fleksibilitas, dan pengalaman yang dipersonalisasi. Portofolio produk yang terlalu sempit bisa menyebabkan peluang pasar terlewatkan dan mengurangi relevansi merek di mata konsumen.
Menurut analisis dari McKinsey & Company, optimalisasi portofolio produk melalui rasionalisasi SKU dapat meningkatkan margin EBITDA hingga 3–5 poin, terutama bagi perusahaan ritel yang memiliki katalog luas dan operasional kompleks. Penyederhanaan yang dilakukan secara strategis terbukti memperkuat daya saing dan ketahanan rantai pasok.
Dengan kata lain, persoalannya bukan soal banyak atau sedikit SKU melainkan seberapa efisien dan tepat sasaran jumlah SKU yang dimiliki oleh sebuah bisnis. Tidak ada angka baku yang berlaku untuk semua, karena keputusan ini bergantung pada sektor industri, kapasitas operasional, perilaku konsumen, dan strategi distribusi yang digunakan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam:
- Pengertian tentang SKU
- Risiko memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit SKU
- Parameter analitik untuk menentukan SKU optimal
- Studi kasus brand yang berhasil mengelola SKU secara strategis
- Peran sistem inventaris modern dalam memvisualisasikan dan mengevaluasi performa SKU
Karena pada akhirnya, jumlah SKU yang tepat bukan hanya soal memenuhi selera pasar, tetapi juga soal menjaga efisiensi operasional, kestabilan keuangan, dan keberlanjutan pertumbuhan bisnis.
Mengenal SKU: Kunci Manajemen Inventaris yang Efisien
Bagi Anda yang baru memulai bisnis atau terjun ke dunia retail, istilah SKU atau Stock Keeping Unit akan sering Anda temui. Meski terlihat teknis, pemahaman tentang SKU sangat penting karena berperan langsung dalam pengelolaan inventaris, pelacakan penjualan, hingga pengambilan keputusan strategis dalam bisnis.
Apa Itu SKU?
SKU adalah kode unik yang diberikan untuk setiap produk dan variannya. SKU biasanya terdiri dari kombinasi alfanumerik sepanjang 8–10 karakter yang dibuat oleh retailer untuk mengidentifikasi dan melacak barang secara internal. Misalnya, jika Anda menjual sampo Head & Shoulders ukuran 200ml, 150ml, dan sachet 5ml, maka masing-masing varian memiliki SKU yang berbeda. Jika tiap ukuran tersedia dalam tiga warna, maka total SKU Anda akan menjadi sembilan. Setiap kombinasi ukuran dan warna dihitung sebagai satu SKU yang berbeda.
SKU sering disamakan dengan Universal Product Code (UPC), padahal keduanya berbeda. SKU bersifat fleksibel dan unik untuk tiap retailer, sedangkan UPC adalah kode numerik standar 12 digit yang berlaku secara universal di semua toko.
Kenapa SKU Penting?
- Pelacakan Inventaris yang Akurat
SKU mempermudah Anda mengetahui berapa banyak stok yang tersedia untuk tiap varian produk. Ini sangat membantu, terutama jika Anda menyimpan produk di banyak lokasi seperti gudang atau toko fisik. - Mempermudah Proses Stocktake
Dalam kegiatan stock opname, SKU membantu Anda mencocokkan jumlah stok aktual dengan data di sistem inventaris. Ini penting untuk mendeteksi perbedaan yang mungkin muncul akibat kesalahan pencatatan, kehilangan barang, atau shrinkage lainnya. - Mengidentifikasi Shrinkage
Dengan SKU yang jelas dan rinci, Anda bisa lebih mudah menelusuri jika ada barang hilang, rusak, atau tidak terjual. Ini sangat penting dalam menjaga efisiensi dan transparansi operasional bisnis Anda. - Mendukung Proses Restock
SKU juga berguna untuk menentukan kapan saatnya restock. Sistem inventaris modern dapat mengirimkan notifikasi otomatis saat jumlah stok mendekati ambang minimum. Ini membantu Anda membuat purchase order dengan tepat waktu dan menghindari overstock maupun kehabisan barang. - Analisis Kinerja Produk
Melalui SKU, Anda bisa melihat produk atau varian mana yang paling laris. Informasi ini penting untuk strategi penjualan dan pengembangan produk karena akan berdampak langsung pada profitabilitas bisnis.
SKU: Dasar Pengelolaan Produk yang Sering Diabaikan
Sebelum membahas lebih jauh tentang jumlah SKU ideal, mari kita pahami dulu apa itu SKU. Pada video dari Retail & Marketing Concepts diatas menjelaskan SKU (Stock Keeping Unit) adalah kode unik yang diberikan pada setiap varian produk untuk keperluan identifikasi, pelacakan, dan pengelolaan inventaris secara internal.
Setiap ukuran, warna, atau versi dari sebuah produk umumnya memiliki SKU-nya masing-masing. Misalnya, produk Head & Shoulders Shampoo tersedia dalam tiga ukuran: 200 ml, 150 ml, dan 5 ml sachet itu berarti ada tiga SKU. Jika tiap ukuran hadir dalam tiga varian warna kemasan, total SKU-nya menjadi 9. Contoh lainnya, air mineral merek Bisleri memiliki SKU sebanyak 6 berdasarkan ukuran botol: 20L, 5L, 2L, 1L, 500ml, dan 200ml.
Ciri khas SKU:
- Terdiri dari 8–10 karakter alfanumerik
- Disusun bebas oleh tiap retailer
- Digunakan untuk keperluan internal (berbeda dengan UPC yang bersifat universal dan digunakan lintas retailer)
Perbedaan SKU dan UPC penting dipahami karena banyak pelaku bisnis pemula menyamakannya. UPC bersifat tetap dan digunakan secara global, sedangkan SKU fleksibel dan bisa disesuaikan dengan sistem manajemen masing-masing toko.

Risiko Memiliki Terlalu Banyak atau Terlalu Sedikit SKU
Setelah memahami dasar SKU, kita masuk ke persoalan krusial: berapa banyak SKU yang ideal untuk bisnis? Di sinilah banyak pelaku usaha tersandung, karena cenderung menambah SKU secara agresif tanpa strategi yang matang.
Terlalu Banyak SKU: Efisiensi Menurun, Biaya Meningkat
Menambahkan SKU baru sering dianggap sebagai inovasi dan respons terhadap kebutuhan pasar. Namun, jika tidak dikendalikan, proliferasi SKU bisa menyebabkan:
- Kompleksitas operasional: Gudang menjadi lebih rumit, proses pencatatan bertambah, dan risiko kesalahan meningkat.
- Biaya tersembunyi: Setiap SKU membawa biaya pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pencatatan.
- Dead stock: Produk yang tidak laku menyandera modal dan ruang gudang.
- Kebingungan pelanggan dan tim sales: Terlalu banyak pilihan bisa melemahkan fokus komunikasi merek.
Menurut analisis dari McKinsey & Company, rasionalisasi SKU secara strategis bisa meningkatkan margin EBITDA sebesar 3–5 poin bagi perusahaan ritel yang menghadapi katalog produk berlebihan.
Terlalu Sedikit SKU: Hilangnya Peluang Pasar
Sebaliknya, terlalu sedikit SKU bisa membuat bisnis kurang responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Risiko utamanya:
- Kehilangan peluang segmen pasar yang membutuhkan varian ukuran, warna, atau fitur khusus.
- Kurangnya pilihan bisa mendorong pelanggan lari ke kompetitor.
- Risiko kehabisan stok lebih besar karena tidak ada substitusi jika satu SKU kosong.
Menemukan Keseimbangan
Memahami SKU secara mendalam adalah langkah awal. Menentukan jumlah SKU yang efisien bukanlah soal “lebih banyak = lebih baik,” melainkan soal berapa yang memberikan kontribusi nyata terhadap performa bisnis.
Dengan alat bantu seperti BoxHero, pemilik bisnis dapat menganalisis performa SKU berdasarkan perputaran barang, margin, dan data penjualan secara real-time bukan berdasarkan tebakan atau intuisi semata.
Parameter Analitik untuk Menentukan SKU Optimal
Menentukan jumlah SKU yang ideal tidak bisa berdasarkan firasat atau intuisi semata. Diperlukan pendekatan berbasis data agar keputusan yang diambil berdampak langsung pada efisiensi operasional dan profitabilitas. Berikut adalah beberapa parameter analitik yang dapat digunakan oleh bisnis untuk mengevaluasi performa SKU dan menentukan mana yang layak dipertahankan, ditingkatkan, atau dieliminasi.
1. Inventory Turnover Ratio (Perputaran Stok)
Rasio ini mengukur seberapa cepat suatu produk terjual dan digantikan dalam periode tertentu. Rumusnya adalah:
Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan / Rata-rata Nilai Inventaris
Semakin tinggi rasionya, semakin cepat produk terjual—artinya produk tersebut memiliki permintaan tinggi dan tidak menumpuk di gudang.
Contoh: Jika dua SKU memiliki margin yang sama, tetapi satu memiliki inventory turnover 8x per tahun, dan satunya hanya 2x, maka SKU pertama jelas lebih layak diprioritaskan dalam restock.
2. Gross Margin Return on Investment (GMROI)
GMROI menunjukkan berapa banyak laba kotor yang diperoleh dari setiap rupiah yang diinvestasikan dalam inventaris. Ini menjadi indikator penting untuk mengukur efektivitas modal kerja yang tertanam dalam tiap SKU.
GMROI = Laba Kotor / Rata-rata Investasi dalam Inventaris
Jika suatu SKU memberikan margin tinggi tetapi jarang terjual, GMROI-nya mungkin lebih rendah dibanding SKU dengan margin sedang tapi terjual cepat. Parameter ini menyeimbangkan volume dan profit.
3. Sales Contribution Analysis (Kontribusi Terhadap Penjualan Total)
Dengan prinsip Pareto (80/20), bisnis dapat memetakan SKU yang menyumbang paling besar terhadap total penjualan. Biasanya 20% SKU menyumbang hingga 80% pendapatan. Ini dapat digunakan untuk menentukan prioritas dalam promosi, penataan gudang, hingga alokasi modal.
SKU yang hanya menyumbang 1–2% terhadap penjualan tapi menyita banyak ruang gudang sebaiknya dipertimbangkan untuk dieliminasi atau dijadikan produk musiman saja.
4. Seasonality & Demand Forecasting
Beberapa produk memiliki pola musiman yang kuat. Misalnya, jas hujan dan payung laris saat musim hujan, atau hampers makanan saat Ramadan. SKU seperti ini perlu dianalisis berdasarkan tren penjualan tahunan, bukan hanya performa bulanan.
Dengan forecast permintaan yang akurat, bisnis bisa menyesuaikan jumlah SKU aktif dalam satu waktu tanpa membebani inventaris dengan stok berlebih di luar musim.
5. SKU Rationalization Scorecard
Beberapa perusahaan menggunakan pendekatan scorecard untuk mengevaluasi SKU. Setiap produk diberi skor berdasarkan beberapa kriteria:
- Volume penjualan
- Margin keuntungan
- Tingkat retur
- Biaya penyimpanan
- Kompatibilitas dengan strategi brand
Dengan skor ini, pengambilan keputusan menjadi lebih objektif dan transparan.
Pengelolaan SKU yang ideal bukan hanya tentang menambah atau mengurangi jumlah produk, tetapi soal keseimbangan antara efisiensi dan kebutuhan pasar. Data analitik membantu bisnis mengidentifikasi produk mana yang benar-benar mendatangkan nilai dan mana yang menjadi beban tersembunyi.
Di sinilah tools seperti BoxHero memainkan peran penting menyediakan dashboard real-time untuk memantau performa SKU, melakukan forecast permintaan, dan mempermudah proses SKU rationalization berbasis data.

Studi Kasus: Bagaimana Clorox Memangkas Jumlah SKU dan Meningkatkan Efisiensi
Selama pandemi COVID-19, permintaan terhadap produk disinfektan melonjak drastis. Clorox, sebagai produsen utama produk pembersih, menghadapi tantangan besar dalam memenuhi lonjakan permintaan ini. Untuk mengatasi keterbatasan kapasitas produksi dan memastikan ketersediaan produk esensial, Clorox mengambil langkah strategis dengan mengurangi jumlah SKU yang diproduksi.
Menurut laporan dari Supply Chain Dive, Clorox memutuskan untuk mengurangi jumlah SKU yang diproduksi guna memfokuskan kapasitas produksi pada produk-produk yang paling dibutuhkan. Langkah ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memastikan produk esensial tetap tersedia di pasaran.
Selain itu, Clorox juga mengembangkan proses formal untuk mengevaluasi kinerja setiap SKU dan membuat keputusan berdasarkan data mengenai produk mana yang harus dipertahankan atau dihentikan produksinya. Pendekatan ini membantu perusahaan dalam meningkatkan margin dan efisiensi secara keseluruhan.
Langkah-langkah yang diambil oleh Clorox menunjukkan bahwa rasionalisasi SKU bukan hanya tentang pengurangan jumlah produk, tetapi juga tentang strategi untuk meningkatkan fokus operasional dan menciptakan nilai lebih besar, terutama dalam menghadapi kondisi pasar yang tidak menentu.

SKU Bukan Sekadar Kode, Tapi Strategi Bisnis
Di era bisnis modern yang serba cepat, pengelolaan SKU bukan lagi hanya tugas operasional, tetapi bagian dari strategi bisnis yang menentukan efisiensi, profitabilitas, dan daya saing. Terlalu banyak SKU bisa memperumit rantai pasok, menurunkan margin, dan menyulitkan pelanggan. Sebaliknya, terlalu sedikit SKU bisa membuat bisnis kehilangan peluang dan gagal memenuhi ekspektasi pasar.
Solusinya adalah menemukan keseimbangan, dan itu hanya bisa dilakukan dengan pendekatan berbasis data. Melalui metrik seperti inventory turnover, GMROI, analisis kontribusi penjualan, hingga scorecard SKU, pemilik bisnis dapat menyusun portofolio produk yang ramping namun kuat.
Praktik dari perusahaan besar seperti Clorox membuktikan bahwa SKU rationalization bukan hanya teori, tetapi langkah konkret yang bisa menghasilkan efisiensi dan pertumbuhan nyata. Dan kini, dengan bantuan teknologi, pendekatan semacam ini tidak hanya terbatas untuk perusahaan besar saja.
Jika Anda ingin membuat keputusan SKU yang lebih tepat, BoxHero hadir sebagai solusi. Dengan fitur pelacakan real-time, laporan performa SKU, dan antarmuka yang mudah digunakan, BoxHero membantu Anda menganalisis data inventaris secara menyeluruh tanpa perlu spreadsheet rumit atau menebak-nebak.
👉 Saatnya menyederhanakan pilihan produk Anda dan mengelola inventaris dengan lebih cerdas.
Coba BoxHero hari ini dan temukan SKU terbaik untuk pertumbuhan bisnis Anda.