Circular Logistics: Kunci Efisiensi dan Keberlanjutan Bisnis di Era Baru

Ketika dunia bisnis berbicara tentang efisiensi, topik keberlanjutan kini tak bisa dilepaskan dari rantai pasok dan logistik. Konsumen tidak hanya menuntut produk berkualitas, tetapi juga menilai bagaimana produk itu dikirim, dikemas, dan dikelola setelah digunakan. Di sinilah konsep circular logistics mulai memainkan peran penting sebuah pendekatan yang menempatkan daur ulang, penggunaan ulang, dan optimalisasi sumber daya sebagai inti dari operasional logistik.
Sistem logistik tradisional yang bersifat linear yaiut ambil, buat, buang tidak lagi relevan di era di mana limbah industri dan emisi transportasi menjadi perhatian global. Model ini menghasilkan miliaran ton sampah setiap tahun dan berkontribusi besar terhadap perubahan iklim. Sebaliknya, logistik sirkular (circular logistics) menawarkan paradigma baru: bagaimana barang, kemasan, dan aset logistik dapat terus digunakan kembali dalam siklus yang berkelanjutan, tanpa membebani lingkungan.
Menurut laporan PwC“Circularity in Asia Pacific”, penerapan ekonomi sirkular di kawasan Asia-Pasifik memiliki potensi untuk menambah US$ 340 miliar terhadap PDB regional sekaligus mengurangi 1,7 gigaton emisi karbon per tahun. Data ini menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan hanya isu moral, tapi juga peluang ekonomi besar bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sementara itu, laporan DHL dalam “Sustainability & Circular Economy Trends” menunjukkan bahwa 70% pembeli online kini memprioritaskan keberlanjutan dalam keputusan belanja mereka, dan 58% bersedia mengikuti program daur ulang atau penukaran barang. Hal ini menegaskan bahwa circular logistics bukan sekadar tren bisnis, melainkan tuntutan nyata dari konsumen global yang ingin menjadi bagian dari solusi lingkungan.
Dalam skala operasional, DHL juga menyoroti peran reverse logistics proses mengembalikan produk atau kemasan dari pelanggan untuk didaur ulang atau digunakan kembali sebagai fondasi utama logistik sirkular. Model ini membantu bisnis menutup siklus produk (closing the loop), mengurangi limbah, dan menghemat biaya produksi ulang.
Di Indonesia, konsep serupa mulai berkembang seiring dengan dorongan pemerintah terhadap industri hijau dan daur ulang. Berita dari Antara News mencatat bahwa industri daur ulang plastik nasional kini berperan penting dalam mendukung ekonomi sirkular, dengan kapasitas produksi yang mampu mengolah jutaan ton limbah plastik setiap tahun. Artinya, potensi circular logistics di Indonesia tidak hanya terbuka untuk korporasi besar, tetapi juga bagi bisnis kecil yang ingin lebih efisien dan ramah lingkungan.
Meski demikian, tantangan logistik di Indonesia masih cukup besar. Laporan PwC Indonesia menyebutkan bahwa biaya logistik nasional masih mencapai 14,2% dari PDB, salah satu yang tertinggi di Asia. Biaya tinggi ini sering disebabkan oleh sistem yang tidak efisien dan ketergantungan pada metode distribusi tradisional. Dengan penerapan circular logistics melalui pengelolaan retur, pemanfaatan ulang kemasan, serta digitalisasi stok efisiensi biaya bisa meningkat, sekaligus menekan dampak lingkungan.
Circular logistics menawarkan jalan tengah antara profitabilitas dan tanggung jawab. Dengan memanfaatkan teknologi, sistem manajemen inventaris digital, dan kolaborasi rantai pasok, bisnis dapat mengubah limbah menjadi nilai. Di sinilah pendekatan seperti yang diusung oleh BoxHero menjadi relevan: membantu bisnis melacak stok, retur, dan pergerakan barang secara real-time sehingga seluruh siklus logistik menjadi lebih transparan, efisien, dan berkelanjutan.
Ke depan, circular logistics akan menjadi landasan utama strategi keberlanjutan di berbagai industri. Bagi bisnis kecil maupun besar, ini bukan lagi pertanyaan tentang “apakah perlu berubah,” melainkan “seberapa cepat bisa menyesuaikan diri.”

Apa Itu Circular Logistics?
Circular logistics adalah pendekatan manajemen rantai pasok yang bertujuan untuk menutup siklus penggunaan produk dan material, bukan sekadar mengantarkannya dari produsen ke konsumen. Konsep ini berakar dari prinsip circular economy, di mana setiap sumber daya dirancang untuk tetap berputar di dalam sistem selama mungkin melalui proses reduce, reuse, recycle, dan return.
Dalam sistem logistik tradisional yang bersifat linear (take–make–dispose), produk diproduksi, dikonsumsi, lalu dibuang. Model ini menghasilkan limbah besar dan menguras sumber daya alam. Circular logistics, sebaliknya, berupaya menciptakan siklus berkelanjutan dengan cara mengelola arus barang tidak hanya ke depan, tetapi juga ke belakang (forward & reverse flow). Artinya, setiap produk yang sudah digunakan bisa dikembalikan untuk diperbaiki, didaur ulang, atau dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku.
Menurut laporan DHL Circularity – Reverse Logistics, circular logistics mencakup serangkaian proses seperti pengumpulan produk bekas, pemrosesan limbah, pemilahan material, dan pengiriman kembali ke rantai pasok untuk digunakan ulang. Dengan demikian, logistik tidak hanya berfungsi sebagai “pengirim,” tetapi juga “penghubung” yang memastikan nilai dari setiap produk tetap terjaga selama mungkin.
Sebagai contoh, banyak perusahaan global kini menerapkan program return & reuse untuk kemasan. Alih-alih membuang karton atau plastik sekali pakai, pelanggan dapat mengembalikannya untuk digunakan ulang. Hal serupa juga berlaku di industri fesyen dan elektronik, di mana reverse logistics digunakan untuk menarik produk rusak atau usang agar bisa diperbaiki dan dijual kembali.
Pendekatan ini memberi dua manfaat besar: pertama, mengurangi limbah dan emisi karbon, dan kedua, meningkatkan efisiensi biaya. Data PwC menunjukkan bahwa penerapan model sirkular dapat menurunkan kebutuhan bahan baku baru hingga 20–25% di beberapa industri Asia-Pasifik.
Dalam konteks Indonesia, circular logistics mulai terlihat pada industri daur ulang plastik dan pengemasan ulang (reusable packaging). Seperti dilaporkan oleh Antara News, semakin banyak produsen yang menjalin kerja sama dengan mitra logistik untuk memastikan material kemasan dapat dikumpulkan dan digunakan kembali.
Dengan kata lain, circular logistics bukan sekadar inovasi, melainkan fondasi bagi bisnis yang ingin efisien sekaligus bertanggung jawab terhadap lingkungan. Melalui sistem ini, logistik tidak lagi menjadi ujung dari rantai pasok melainkan pusat dari ekonomi sirkular.
Strategi Implementasi Circular Logistics
Menerapkan circular logistics tidak cukup hanya dengan niat baik terhadap lingkungan dibutuhkan strategi sistematis yang melibatkan desain produk, manajemen inventaris, hingga kemitraan logistik. Pendekatan ini menuntut bisnis untuk berpikir ulang tentang bagaimana produk dibuat, dikirim, digunakan, dan akhirnya dikembalikan ke sistem.
Berikut beberapa strategi utama yang dapat membantu bisnis bertransisi menuju model logistik sirkular:
1. Optimalisasi Reverse Logistics
Kunci utama circular logistics terletak pada reverse logistics, yaitu proses mengelola aliran barang dari pelanggan kembali ke produsen atau pusat distribusi. Proses ini bisa mencakup pengembalian produk rusak, daur ulang kemasan, hingga pengumpulan barang bekas pakai. Menurut laporan DHL, perusahaan yang mengintegrasikan sistem reverse logistics mampu mengurangi limbah hingga 30% dan menekan biaya transportasi sebesar 15% berkat efisiensi rute pengembalian.
Kemasan adalah salah satu sumber limbah terbesar dalam rantai pasok. Dengan beralih ke kemasan yang dapat digunakan ulang (reusable packaging) atau mudah terurai (biodegradable packaging), bisnis dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan. Menurut PwC , penggunaan material daur ulang dan sistem pengembalian kemasan dapat menghemat hingga 25% biaya produksi di sektor FMCG dan e-commerce.
3. Digitalisasi Manajemen Inventaris
Teknologi memainkan peran penting dalam mendukung circular logistics. Dengan sistem manajemen inventaris berbasis cloud seperti BoxHero, bisnis dapat melacak pergerakan stok secara real-time, termasuk barang yang dikembalikan untuk didaur ulang atau diperbaiki. Data yang akurat membantu perusahaan mengoptimalkan stok, menghindari overproduction, dan memastikan setiap aset logistik dimanfaatkan maksimal sebelum diganti.
4. Kolaborasi dengan Penyedia Logistik dan Pemasok Hijau
Circular logistics tidak bisa berjalan tanpa kolaborasi. Bisnis perlu bekerja sama dengan penyedia logistik yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan. Contohnya, DHL dan IKEA telah bermitra untuk membangun sistem pengiriman dan pengembalian barang yang sepenuhnya netral karbon melalui penggunaan kendaraan listrik dan pusat distribusi berbasis energi terbarukan. Di Indonesia, tren serupa mulai muncul melalui kerja sama antara perusahaan logistik dengan pelaku daur ulang kemasan plastik.
5. Edukasi Konsumen dan Insentif Retur
Circular logistics hanya akan berhasil jika konsumen ikut berpartisipasi. Program insentif seperti cashback untuk pengembalian kemasan, diskon produk daur ulang, atau sistem deposit dapat meningkatkan tingkat partisipasi pelanggan. Survei DHL menunjukkan bahwa 58% konsumen global bersedia mengembalikan produk atau kemasan jika ada manfaat ekonomi yang ditawarkan.
Dengan menggabungkan strategi logistik sirkular dan teknologi digital, bisnis tidak hanya mengurangi limbah dan emisi, tetapi juga menciptakan efisiensi biaya yang nyata. Circular logistics membuka jalan menuju operasi yang lebih adaptif di mana keberlanjutan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga keunggulan kompetitif.


Studi Kasus: Bukti Nyata Keberlanjutan dan Profit Bisa Berjalan
Konsep circular logistics kini bukan lagi teori, tetapi telah menjadi praktik nyata di banyak perusahaan besar dunia. Beberapa di antaranya berhasil membuktikan bahwa keberlanjutan dan efisiensi bisa berjalan beriringan bahkan memberikan keuntungan ekonomi jangka panjang.
1. IKEA dan DHL: Kolaborasi Membangun Rantai Pasok Sirkular Global
IKEA, salah satu perusahaan retail furnitur terbesar di dunia, telah menjadi pelopor dalam penerapan ekonomi sirkular. Melalui kemitraan strategis dengan DHL Supply Chain, IKEA mengembangkan sistem logistik yang memungkinkan pengembalian furnitur bekas pelanggan untuk diperbaiki atau didaur ulang. Dalam laporan DHL Circularity – Reverse Logistics, program ini berhasil menurunkan emisi logistik IKEA hingga 15% per tahun dan mengurangi limbah material sebesar 40.000 ton. Kemitraan ini juga memperlihatkan bagaimana reverse logistics bukan hanya proses pengembalian, tetapi sistem nilai baru yang menutup siklus penggunaan produk dari hulu ke hilir.
2. Unilever: Daur Ulang dan Pengiriman Ramah Lingkungan
Unilever menerapkan circular logistics dengan mengintegrasikan sistem pengumpulan kemasan plastik dari konsumen untuk diolah kembali menjadi bahan baku baru. Inisiatif ini berjalan di lebih dari 20 negara Asia, termasuk Indonesia. Dengan kolaborasi antara produsen, pengecer, dan penyedia logistik lokal, Unilever berhasil mengurangi penggunaan plastik murni hingga 25% pada 2024. Program ini sejalan dengan temuan PwC bahwa model sirkular berpotensi menghemat miliaran dolar biaya material di kawasan Asia-Pasifik.
3. Indonesia: Inisiatif Lokal di Industri Daur Ulang Plastik
Di Indonesia, praktik circular logistics mulai tumbuh pesat di sektor pengelolaan limbah plastik. Menurut Antara New, kapasitas industri daur ulang nasional kini mencapai jutaan ton per tahun, dengan fokus pada pengumpulan dan pengolahan kemasan dari sektor F&B dan ritel. Beberapa perusahaan logistik mulai menyediakan layanan pick-up khusus untuk material bekas pakai agar bisa dikirim langsung ke pabrik daur ulang.
Langkah-langkah tersebut menandakan bahwa praktik circular logistics tidak hanya mungkin dilakukan oleh perusahaan global dengan infrastruktur besar, tetapi juga dapat diterapkan secara lokal oleh bisnis kecil yang memiliki komitmen terhadap efisiensi dan keberlanjutan. Dengan adanya sistem inventaris digital, pemetaan data logistik, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi bagian penting dari rantai pasok sirkular Asia.
Kesimpulan
Circular logistics tidak hanya menuntut perubahan cara kerja, tetapi juga cara berpikir. Dari sekadar mengirim produk, kini logistik menjadi sistem yang menjaga sumber daya tetap berputar dalam siklus keberlanjutan. Namun, untuk benar-benar mewujudkan sistem tersebut, bisnis membutuhkan alat yang mampu menghadirkan transparansi, akurasi data, dan efisiensi operasional. Di sinilah BoxHero berperan sebagai fondasi digital bagi bisnis yang ingin menerapkan circular logistics.
1. Membangun Transparansi dalam Siklus Produk
Salah satu tantangan terbesar dalam ekonomi sirkular adalah memastikan visibilitas penuh atas perjalanan produk dari produksi, distribusi, penggunaan, hingga pengembalian. BoxHero menghadirkan sistem pelacakan inventaris berbasis real-time yang memungkinkan bisnis melihat di mana setiap unit stok berada dan dalam kondisi apa.
Fitur seperti multi-location tracking membantu perusahaan mengelola barang yang tersebar di berbagai titik gudang, termasuk stok retur atau barang bekas pakai yang akan dikirim kembali ke pabrik. Dengan data yang transparan, proses reverse logistics dapat berjalan lebih cepat dan terukur.
2. Mendukung Efisiensi Melalui Digitalisasi dan Data
Circular logistics membutuhkan keputusan cepat berbasis data kapan harus menarik produk, bagaimana memprioritaskan perbaikan, atau kapan mengirim kembali ke rantai pasok. Melalui fitur analisis inventaris BoxHero, bisnis dapat memantau pola pergerakan barang dan mendeteksi area inefisiensi yang menimbulkan pemborosan.
Sebagai contoh, perusahaan dapat menggunakan laporan otomatis untuk mengetahui volume produk yang sering dikembalikan dan menyesuaikan strategi pengadaan bahan agar lebih hemat. Pendekatan berbasis data ini mendukung prinsip reduce dalam ekonomi sirkular, yaitu mengurangi konsumsi sumber daya sejak awal proses.
3. Menyederhanakan Pengelolaan Retur dan Reuse
Dalam model circular logistics, proses retur bukan akhir dari transaksi, melainkan awal dari siklus baru. BoxHero membantu bisnis mengelola stok yang dikembalikan dengan mudah, mengelompokkan antara barang layak jual kembali, barang untuk perbaikan, dan barang yang akan didaur ulang. Semua tercatat secara digital, meminimalkan risiko kehilangan data atau kesalahan perhitungan. Dengan demikian, BoxHero menjadi jembatan antara sistem inventaris konvensional dan pendekatan reverse logistics yang berorientasi pada keberlanjutan.
4. Mendukung Kolaborasi dalam Rantai Pasok Sirkular
Circular logistics tidak mungkin berjalan tanpa kerja sama antar pelaku industri. Melalui sistem cloud BoxHero, tim logistik, pemasok, dan mitra pengiriman dapat mengakses data stok yang sama secara aman. Ini mendorong koordinasi yang lebih efisien baik dalam pengiriman produk baru maupun pengembalian barang bekas pakai. Dalam jangka panjang, model ini membuka peluang terbentuknya ekosistem kolaboratif di mana setiap pihak berkontribusi dalam menciptakan rantai pasok yang lebih hijau dan tangguh.
5. Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan
Circular logistics bukan hanya tentang mengurangi limbah, tetapi juga tentang meningkatkan nilai dari setiap sumber daya. Seperti disampaikan dalam laporan PwC, ekonomi sirkular di Asia Pasifik dapat menciptakan nilai ekonomi baru hingga ratusan miliar dolar per tahun melalui penghematan bahan baku dan peningkatan produktivitas rantai pasok. Dengan sistem seperti BoxHero, bisnis kecil di Indonesia memiliki peluang untuk mengambil bagian dalam tren besar ini bukan hanya mengikuti, tetapi juga berkontribusi.
Saatnya Bisnis Berjalan Lebih Baik
Circular logistics bukan sekadar slogan ramah lingkungan. Ia adalah transformasi menyeluruh tentang bagaimana bisnis beroperasi dari produksi hingga pasca-konsumsi. Model ini menuntut transparansi data, efisiensi proses, dan komitmen terhadap keberlanjutan.Circular logistics pada akhirnya bukan hanya tentang menjaga bumi, tapi juga tentang menjaga efisiensi, profitabilitas, dan daya saing bisnis Anda.
Gunakan BoxHero untuk menciptakan rantai pasok yang efisien, transparan, dan berkelanjutan. Dengan manajemen stok digital, Anda tidak hanya menghemat biaya Anda ikut berkontribusi pada masa depan yang lebih baik.