The Hidden Cost of Overstock: Strategi Menghindari Kerugian Akibat Stok Menumpuk

Banyak bisnis retail hingga e-commerce sama-sama menghadapi masalah klasik yaitu penumpukan stok di gudang. Sekilas terlihat sepele, padahal dampaknya besar. Stok berlebih atau overstock membuat biaya terus membengkak, mulai dari sewa tempat, modal yang tertahan, risiko barang rusak atau kedaluwarsa, sampai tenaga tambahan untuk mengurusnya. Dan sering kali, solusinya adalah diskon besar-besaran agar barang bisa berputar atau terjual.
Dalam industri fashion, masalah ini paling terasa karena tren yang cepat berubah. Laporan BoF–McKinsey State of Fashion 2025 mencatat ada sekitar 2,5–5 miliar produk berlebih di tahun 2023, dengan nilai sekitar US$70–140 miliar. Dampaknya sudah pasti sangat jelas, diskon berlebih, modal kerja terkuras, dan stok menumpuk. Belum lagi faktor tren mendadak yang bikin prediksi permintaan sulit. Brand yang bisa bertahan biasanya adalah mereka yang punya perencanaan rapi dan rantai pasok yang gesit dengan dukungan data serta teknologi.
Di sektor groceries, situasinya juga cukup rumit dan tak kalah berat. Umur simpan produk yang pendek membuat stok berlebih membawa biaya tersembunyi yang besar. Menurut riset University of Portsmouth, biaya menangani makanan tak terjual bisa mencapai US$100 miliar per tahun. Bagi peritel, ini bisa setara dengan 1,8% dari pendapatan. Padahal, bagi banyak bisnis, selisih kecil 1–2% saja bisa menentukan antara untung dan rugi.
Masalah lain yang sering luput dari perhatian adalah data stok yang tidak akurat. Studi di Cornell University menemukan kesalahan data inventaris banyak terjadi pada produk segar, restock yang sering, dan stok dalam jumlah besar. Menariknya, audit inventaris bisa meningkatkan penjualan hingga 11%. Bukan karena stok ditambah, melainkan karena data kembali akurat sehingga keputusan pembelian, display, dan replenishment jadi tepat. Ini menunjukkan bahwa mengatasi overstock bukan sekadar menjual lebih banyak, tapi memastikan kualitas data dan proses.
Secara umum, biaya menyimpan stok (carrying cost) biasanya ada di angka 20–30% dari nilai rata-rata persediaan. Biaya ini meliputi ruang, modal, asuransi, risiko barang hilang, sampai kedaluwarsa. Jika dihitung secara global, kerugian akibat overstock dan stock-out bisa mencapai triliunan dolar. Artinya, setiap unit stok berlebih bukan hanya diam di gudang, tapi aktif menggerus margin lewat banyak jalur biaya.
Singkatnya, overstock adalah kombinasi biaya nyata dan biaya peluang yang hilang. Dalam industru fashion, bentuknya dalah diskon yang berlebih. Di groceries, muncul dalam bentuk ongkos membuang produk. Di semua sektor, masalah ini makin parah jika data stok tidak akurat. Artikel ini akan membahas apa itu overstock, biaya tersembunyinya, penyebab utama, serta strategi praktis 30-60-90 hari yang bisa langsung diterapkan. Kalau targetnya adalah profit yang sehat dan berkelanjutan, mengelola overstock bukan pilihan tapi kewajiban.

Ruang Lingkup Overstock
Overstock adalah kondisi ketika jumlah stok jauh lebih banyak dari kebutuhan permintaan dalam periode yang wajar. Akibatnya, stok “mengikat” modal kerja, memenuhi ruang gudang, dan berisiko kedaluwarsa atau harus dijual dengan diskon. Berbeda dengan safety stock (stok penyangga yang memang direncanakan), overstock biasanya muncul karena kombinasi kesalahan prediksi permintaan, kebijakan pembelian, siklus hidup produk, sampai data inventaris yang tidak akurat.
Secara finansial, dampaknya besar. Sebuah artikel dari Sci-tech menunjukkan bahwa carrying cost (biaya menyimpan stok) umumnya berada di kisaran 20–30% dari nilai rata-rata persediaan per tahun mencakup modal, ruang, layanan, hingga risiko barang rusak. Itu sebabnya setiap unit stok berlebih secara aktif menggerus margin.
Dampak di Berbagai Industri
- Ritel & FMCG (produk segar/perishable):
Stok berlebih sering berakhir dengan diskon besar atau bahkan pembuangan. Studi dari University of Portsmouthmemperkirakan biaya tersembunyi untuk menangani produk surplus/tidak terjual mencapai €90 miliar per tahun (sekitar £78 miliar). Bagi peritel, angkanya bisa setara dengan 1,8% dari pendapatan cukup untuk menghapus margin tipis bisnis grocery. - Fashion:
Tren yang cepat berubah membuat stok berlebih jadi masalah struktural. Analisis BoF–McKinsey 2025 menekankan bahwa brand fashion kini terdorong memakai perencanaan menyeluruh, teknologi analitik, dan operasi yang lebih lincah. Kelebihan produksi dan terlalu banyak variasi SKU sering jadi penyebab utama stok menumpuk dan margin tergerus. - Omnichannel/e-commerce:
Secara total stok mungkin terlihat “aman”, tapi bisa jadi ada SKU tertentu atau kanal tertentu yang overstock. Solusinya adalah visibilitas real-time dan integrasi antara gudang dan toko. Tanpa itu, stok bisa menumpuk di lokasi yang salah, dan setiap relokasi hanya menambah biaya simpan. Statistik terbaru juga menunjukkan, keputusan berbasis data real-time terbukti menekan biaya penyimpanan sekaligus mempercepat pemenuhan pesanan.
Jenis-jenis Overstock
- Slow-moving stock: Produk yang bergerak jauh di bawah target penjualan, membuat arus kas tersendat.
- Dead stock: Barang yang praktis tidak terjual (misalnya sudah lewat 120/180 hari atau musim berakhir), biasanya berakhir di clearance atau write-off.
- Overstock musiman/event: Stok berlebih karena pembelian untuk musim atau kampanye tertentu yang ternyata tidak sesuai kebutuhan aktual; sensitif terhadap tren atau cuaca, dan cepat berubah jadi dead stock.
- Omnichannel/e-commerce:Secara total stok mungkin terlihat “aman”, tapi bisa jadi ada SKU tertentu atau kanal tertentu yang overstock. Solusinya adalah visibilitas real-time dan integrasi antara gudang dan toko. Tanpa itu, stok bisa menumpuk di lokasi yang salah, dan setiap relokasi hanya menambah biaya simpan. Statistik terbaru juga menunjukkan, keputusan berbasis data real-time terbukti menekan biaya penyimpanan sekaligus mempercepat pemenuhan pesanan.
- Phantom stock/overstock karena data salah: Saat catatan sistem tidak sesuai dengan stok fisik, keputusan restock dan promosi jadi meleset, sehingga stok makin menumpuk. Studi dari Sci-tech menunjukkan ketidakakuratan catatan stok sangat berkaitan dengan jumlah stok tinggi, frekuensi restock, serta produk segar. Menariknya, audit inventaris terbukti bisa memperbaiki penjualan bukan karena stok ditambah, tapi karena data kembali akurat.
Akar Penyebab Overstock
- Prediksi Permintaan yang MelencengSalah satu penyebab klasik stok berlebih adalah prediksi permintaan yang tidak akurat. Banyak perusahaan masih mengandalkan data historis tanpa cukup mempertimbangkan faktor eksternal mulai dari tren yang berubah cepat, gaya belanja generasi baru, kondisi ekonomi, sampai gangguan rantai pasok.
- Sistem Inventaris yang Tidak TerintegrasiPenyebab lain adalah sistem inventaris yang masih terfragmentasi. Tim pembelian, gudang, dan penjualan sering bekerja dengan data berbeda, bahkan ada yang masih manual. Akibatnya, pesanan tambahan tetap dilakukan meski stok sebenarnya sudah menumpuk.Statistik global menunjukkan bahwa rendahnya akurasi data stok membuat perusahaan cenderung “main aman” dengan memesan lebih banyak barang daripada yang dibutuhkan. Tanpa sistem yang terintegrasi, risiko phantom stock meningkat situasi di mana barang tercatat ada padahal fisiknya kosong, atau sebaliknya. Hasilnya, ada SKU yang kebanyakan stok, sementara SKU lain malah kosong. Dua-duanya sama-sama merugikan.
- Promosi atau Strategi Penjualan yang Kurang TerukurKadang niat baik justru jadi bumerang. Misalnya, perusahaan menambah stok besar-besaran untuk mendukung kampanye diskon atau bundle promotion, tetapi ternyata respon pasar jauh di bawah ekspektasi. Penelitian Phys.orgmencatat bahwa surplus produk yang tak terjual menyumbang biaya tersembunyi hingga €90 miliar per tahun di Eropa. Banyak di antaranya berasal dari stok yang sengaja dipompa untuk promosi, tetapi gagal terserap pasar.
Kenapa Penting Secara Finansial?
Begitu stok melewati ambang “sehat” dan masuk kategori overstock, biaya akan melonjak. Mulai dari carrying cost(modal, gudang, asuransi, utilitas), risiko barang usang atau kedaluwarsa, diskon yang menekan margin, hingga biaya tambahan untuk memindahkan, membungkus ulang, atau bahkan membuang produk.
Itulah mengapa penting membedakan stok aman dan stok berlebih. Dengan indikator yang jelas seperti inventory-to-sales ratio, turnover, aging, dan GMROI bisnis tidak hanya sekadar “menyimpan” stok, tetapi benar-benar mengoptimalkannya. Ini juga sejalan dengan praktik terbaik di industri fashion dan ritel yang semakin mengandalkan data dan agility dalam rantai pasok.


Playbook 30–60–90 Hari
Berdasarkan permasalahan dan akar penyebab overstock yang sudah dibahas sebelumnya, playbook 30–60–90 hari bisa menjadi solusi praktis untuk mengatasinya. Berikut adalah langkah-langkah dan penjelasan yang bisa dilakukan:
30 Hari: Audit Inventaris & Diagnosis Masalah Utama
Pada tahap ini, kita bisa mendapatkan gambaran nyata kondisi stok sebagai dasar keputusan berikutnya.
Langkah kunci:
- Lakukan audit fisik terarah (cycle count) dan bandingkan dengan data sistem, terutama untuk produk berisiko tinggi: perishable, high-velocity, atau SKU yang sering ikut promosi. Tandai selisih, lalu petakan penyebabnya (apakah dari penerimaan barang, pencatatan, retur, atau proses picking). Begitu akurasi data diperbaiki, peningkatan penjualan bisa langsung terdongkrak yang menandakan kondisi perbaikan.
- Klasifikasikan stok jadi fast, slow, dan dead stock. Tambahkan analisis usia stok (30/60/90/120+ hari) supaya tahu mana yang harus segera digerakkan.
- Hitung estimasi biaya simpan (carrying cost) dengan patokan 20–30% per tahun dari nilai stok rata-rata. Ini membantu menyusun prioritas aksi: SKU mana yang paling mahal kalau dibiarkan terlalu lama.
Pemangku kebijakan atau pemilik tugas utama: Operations (audit), Finance (hitung biaya simpan), Supply/Planning (analisis SKU).
KPI dalam 30 hari: akurasi data inventaris, daftar SKU prioritas (slow/dead), estimasi carrying cost per kategori.
60 Hari: Implementasi Strategi Korektif (Reordering & Clearance)
Dalam fase kedua ini bertujuan untuk menghentikan penumpukan, pembebasan kas, dan percepat perputaran stok.
Langkah kunci:
- Atur ulang parameter pemesanan (MOQ, safety stock, lead time). Hentikan sementara pembelian untuk kategori dengan overstock berat, tapi tetap jaga ketersediaan SKU utama. Di kategori fashion/musiman, selaraskan kalender promosi dengan kecepatan serap pasar hindari pola “beli dulu, diskon belakangan” yang merusak margin.
- Jalankan clearance terukur dengan kombinasi bundle, markdown terbatas waktu, atau channel khusus (outlet/online). Tetapkan aturan main: diskon bertahap, berhenti jika target sell-through tercapai.
- Redistribusi stok dari lokasi lambat ke lokasi cepat, tapi batasi relokasi berulang supaya biaya logistik tidak lebih besar dari manfaatnya.
- Untuk produk perishable yang masih layak, lakukan re-packaging atau cross-merchandising agar lebih cepat terjual.
Pemangku kebijakan atau pemilik tugas utama: Supply (pemesanan), Sales/Marketing (clearance), Logistics (redistribusi), QC (perishable).
KPI dalam 60 hari: penurunan stok slow/dead, kenaikan sell-through, kas masuk dari likuidasi, penurunan days on hand.
90 Hari: Evaluasi Hasil & Bangun Pencegahan Jangka Panjang
Di fase terakhirn ini berfokus pada pencegahan masalah.
Langkah kunci:
- Review KPI pasca intervensi: akurasi data, penurunan carrying cost, perbaikan sell-through dan inventory turnover.
- Bangun sistem pencegahan: integrasi data lintas fungsi, monitoring stok real time, serta promosi yang disesuaikan kapasitas (tidak semua kampanye cocok dengan kondisi stok). Sci-Tech Today mencatat, perusahaan dengan visibilitas real time berhasil memangkas biaya simpan dan mempercepat fulfillment.
- Terapkan forecast berbasis sinyal (tren, musim, event) dan lakukan evaluasi pasca musim (post-game review). Ini sudah jadi praktik wajib di fesyen untuk keluar dari siklus “overbuy–markdown”.
- Negosiasikan fleksibilitas dengan pemasok: MOQ lebih longgar, opsi VMI (vendor-managed inventory), atau return allowance terbatas. Lebih murah mencegah overstock daripada menanggung disposal.
- Tetapkan ritme eksekusi: adakan S&OP singkat tiap bulan (15–60 menit) dengan tiga keluaran utama: keputusan pembelian, agenda promosi, dan rencana redistribusi. Semua harus berbasis dashboard data yang sama.
Pemangku kebijakan atau pemilik tugas utama: Management, IT/Data (integrasi sistem), Supply & Merchandising (forecast & promosi), Finance (evaluasi ROI).
KPI dalam 90 hari: turnover per kategori, stock-to-sales ratio, dead stock ratio, carrying cost run-rate, margin pasca markdown, serta forecast bias/accuracy.
Dalam strategi ini hal utama yang dilakukan adalah:
- 30 hari: bersihkan data, audit stok, dan petakan masalah.
- 60 hari: hentikan penumpukan, jalankan clearance, dan bebaskan kas.
- 90 hari: evaluasi hasil, lalu kunci sistem & proses pencegahan.
Dengan disiplin audit, visibilitas real time, dan promosi yang selaras kapasitas, bisnis bisa menekan biaya tersembunyi overstock dan mengembalikan modal kerja ke tempat yang benar-benar menghasilkan.
Kendalikan Stok Berlebih Lebih Mudah dengan BoxHero
Overstock membawa biaya tersembunyi yang terus menggerogoti profit, mulai dari sewa gudang, asuransi, utilitas, tenaga kerja, sampai modal kerja yang nyangkut dan tidak bisa diputar. Risiko barang rusak atau kedaluwarsa juga makin besar, dan pada akhirnya diskon besar-besaran jadi jalan pintas yang menggerus margin. Di industri dengan tren cepat atau produk berumur pendek, dampaknya bahkan berlipat promosi yang tidak terukur, data inventaris yang keliru, serta biaya relokasi yang berulang bikin beban makin berat.
Akar masalahnya konsisten: prediksi permintaan yang meleset, sistem inventaris yang tidak terintegrasi, dan promosi yang tidak selaras dengan kapasitas pasok. Di sinilah Playbook 30–60–90 Hari hadir sebagai kerangka praktis:
- 30 hari pertama: audit stok, rapikan data, dan petakan masalah.
- 60 hari: eksekusi langkah korektif atur ulang parameter pemesanan, jalankan clearance terukur, dan redistribusi stok dengan bijak.
- 90 hari: bangun pencegahan jangka panjang lewat integrasi data, monitoring real-time, aturan promosi-ke-kapasitas, serta ritme S&OP yang disiplin.
Intinya, kendali atas overstock butuh disiplin data, keputusan yang tepat waktu, dan koordinasi lintas tim. Dan semua itu bisa dijalankan lebih mudah bersama BoxHero. Dengan BoxHero, Anda bisa:
- Memantau stok real-time lintas gudang & toko, lengkap dengan aging dan pergerakan SKU.
- Menyetel reorder point dinamis dan mendapat alert ketika stok menumpuk atau menipis.
- Mengalihkan stok antarlokasi dengan cepat agar perputaran lebih lancar.
- Melacak KPI penting turnover, stock-to-sales, dead stock ratio, GMROI dalam satu dashboard.
Mulai dari audit 30 hari, aksi 60 hari, hingga pencegahan 90 hari, semuanya lebih sederhana ketika data, proses, dan tim Anda bertemu di BoxHero. Siap memangkas biaya tersembunyi dari overstock dan mengembalikan modal kerja ke tempat yang lebih produktif?